Pada
dasarnya setiap bangsa di dunia memiliki filosofi kehidupan yang menuntun
mereka untuk menghidupi kehidupan ini.Dari dasar filosofi ini pulah kehidupan mereka
di kembangkan untuk tetap bertahan,memperoleh
pengetahuan, ataupun juga untuk mendidik genarasi selanjutnya. Begitu
juga suku Mee yang memiliki lima dasar filosofi hidup.Ke lima poin tersebut adalah“Dou,
Gai, “keitai,ekowai” keitihake “doutou”.Dalam kehidupan suku Mee sejak dahulu
diajarkan kelima dasar tersebut secara turun- temurun untuk menjadi dasar
pijakan bagi generasi selanjutnya.Rasanya dewasa ini generasi mudah suku Mee
yang di sentuh dengan peradaban modern mulai melupakan kelima dasar tersebut
secara menyeluruh dan beralih kepada peradaban Modern yang pengaruhnya
mengglobal.
Pada
pembahasan ini kita akan membahas tentang,siapa suku Mee itu? Apa saja kelima
poin filosofi hidup tersebut? dan bagaimana kita menerima peradaban modern
tanpa melupakan filosofi dasar suku Mee yang menjadi warisan turun-temurun dari
para pendahulu kita.Pembahasan ini hanya akan di batasi pada kelima point
tersebut dan tidak akan dibahas secara detil tentang hubungan Suku Mee dengan
ketuhanan,hubungan suku Mee dengan kehidupan social,budaya, bahasa, dan
sebagainya.
Siapa
Suku Mee ?
Secara
geografis suku Mee merupakan sekumpulan manusia yang mendiami pulau Papua
tepatnya di bagian wilayah pengunungan tengah atau yang biasa disebut juga
dengan wilayah “Mepago”. Secara politis berdasarkan administratif sejak 1 Mei
1963 suku Mee termasuk kedalam Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan
berintegrasi penuh pada tahun 1969 melalui Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA).
Saat ini suku Mee berada di wilayah Timur Indonesia dan di kenal sebagai bangsa
Melanesia dan ras negroid.
Kata
Mee secara harafiah dapat diartikan sebagai “Manusia” Jadi jika kata “Mee” di
gabungkan dengan “suku” akan berari “suku manusia”.Dan itulah sebabnya suku Mee
memandang diri mereka sebagai “manusia” yang bedah dengan binatang, tumbuhan,
dan benda apapun yang ada di sekitarnya.
Dalam hungannya dengan bangsa dan suku
lain. Suku Mee pun memandang mereka sebagai manusia.Suku Mee sering menyebut
dan menyapa bangsa atau suku lain dengan kalimat “ Okeina Mee kodoo” (mereka
juga manusia). Dari dasar inilah suku Mee memandang nilai-nilai kemanusiaan
sangat penting dan menjadi utama dalam kehidupan ini.
Selain penjelasan di atas. Hal ini bisa dilihat dari arti kata “Mee” yang secara harafiah bermakna manusia. Selain itu jika seseorang melakukan kesalahan atau merusak barang tertentu mereka (suku mee) tidak jarang berpandangan bahwa “barang dan sebagainya yang ada di dunia ini bila hilang atau rusak bisa diganti selama manusia itu masih hidup tetapi hanya manusia tidak bisa di ganti” (Mee koukoto aka paka tetii make no natotii) sehingga hubungan kekelurgaan dalam internal suku Mee menjadi yang sangat utama.
Selain penjelasan di atas. Hal ini bisa dilihat dari arti kata “Mee” yang secara harafiah bermakna manusia. Selain itu jika seseorang melakukan kesalahan atau merusak barang tertentu mereka (suku mee) tidak jarang berpandangan bahwa “barang dan sebagainya yang ada di dunia ini bila hilang atau rusak bisa diganti selama manusia itu masih hidup tetapi hanya manusia tidak bisa di ganti” (Mee koukoto aka paka tetii make no natotii) sehingga hubungan kekelurgaan dalam internal suku Mee menjadi yang sangat utama.
Bertolok dari kata “Mee” sebagai manusia yang menjadi tokoh sentral di alam
raya inilah yang melahirkan kelima dasar filosofi tersebut.Karena Suku Mee
berpandangan bahwa manusia menjadi tokoh sentral di alam raya ini maka suku
Mee/manusia harus memiliki dasar pijakan yang bisa di wariskan ke generasi selanjutnya.Sederhananya
dengan dasar ini pulah kelima poin ini dirumuskan.
Apa
itu dou, gai, keitai, ekowai, keitihake doutou?
Sebelum
menjabarkan hubungan ke lima point ini dengan kehidupan sehari-hari suku Mee. Mari kita melihat arti dan makna
yang terkandung di dalam kelima point ini.
Kata Dou dalam arti sempit “lihat” Dalam
arti luas berarti “melihat dengan saksama” jadi dalam arti luas kata ini
menjadi kata kerja.Apapun yang akan kita lakukan terlebih dulu kita harus
mengamatinya baik dangan mata lahiria maupun dengan matinia.
Kata gai dalam arti sempit “pikir” dalam
arti luas “berpikir ” jadi setelah melihat kita harus berpikir apa yang akan
kita lakukan.Berpikir baik menggunakan akal atau pun dengan hati
(Iman/kepercayan). Jadi setelah mengamati di sini kita di tuntut untuk perpikir
baik menggunakan akal mau pun dengan hati.
Kata Keitai dan Ekowai merupakan kata
kerja.Keitai berarti melakukan dan ekowai berarti mengerjakan maka secara
konseptual kedua kata ini mengacu kepada satu arti sama, yaitu tuntutan untuk
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.Keitai berarti menuntut kita untuk
melakukan hal-hal yang mengacu kepada spritualitas artinya hungannya dengan
hal-hal yang abstrak.Sedangkan ekowai mengacu kepada melakukan hal-hal yang
kongkret.
Kata Ketiyake dapat diartikan sebegai “setelah itu” kata ini merupakan penghubung dari sebuah perbuatan atau kejadian yang sudah atau telah dilakukan untuk menjelaskan hasil atau efek yang di timbulkan dari peristiwa atau perbuatan yang telah di lakukan atau terjdi sebelumnya.
Kata Ketiyake dapat diartikan sebegai “setelah itu” kata ini merupakan penghubung dari sebuah perbuatan atau kejadian yang sudah atau telah dilakukan untuk menjelaskan hasil atau efek yang di timbulkan dari peristiwa atau perbuatan yang telah di lakukan atau terjdi sebelumnya.
Kata Doutou ini gabungan dari dua kata
dasar “dou” dan “tou”.Seperti yang di jelaskan diatas Dou artinya melihat dan
tou artinya tinggal dan jika kedua kata ini mengalami proses morfologis atau
penggabungan maka kata doutou bermakna “tinggal menunggu.Dengan demikian jika
kita kaitkan dengan penjelasan di atas maka doutou artinya “tingal menunggu
hasil” dari proses dou, gai, keitai, dan ekowai.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak
generasi mudah suku Mee yang bisanya hanya menyebutkan tiga point, Dou,Gai, dan
ekowai namun sebenarnya secara keseluhan filosofi dasar hidup suku Mee memiliki
lima point seperti yang di jelaskan di atas.
Hal
ini juga bisa di lihat dari ucapan atau ungkapan orang tua suku Mee yang sering
tidak memisakan antara kata dou,gai dan ketai ekowai.Dalam pembicaraan kata dou
dan gai akan berpasangan menjadi dou gai.Selanjutnya kata keitai dan ekowai
akan berpasangan menjadi keitai ekowai .Jadi disini terlihat jelas bahwa dalam
penyampaiannya tidak terdapat kata punghubung antara masing-masing pasangan
dari keempat kata ini.Orang tua pada umumnya melafalkan keempat kata tersebut
dalam satu kalimat yang koheren.Selanjutnya dalam penyampaian kata doutou di
hubungkan oleh kata penghubung “ketihake” barulah kata douto di tambahkan.Penambahan
kata penghubung ini merupakan penjelasan atau penyempurnaan dari keempat kata
sebelumnya,dengan demikian kelima poin ini jika diterjemahkan secara langsung
akan bermakna “Lihat, pikir , lakuan, setelah itu tingal tunggu hasilnya”
Apa dampak dari filosofi hidup tersebut?
Dampak
yang ditimbulkan dari filosofi hidup tersebut dapat di bagi menjadi beberapa
bagian dibawa ini:
Dampak
fositif
Pertama Suku Mee memandang nilai-nilai
kemanusiaan sebagai yang utama dan memandang alam disekitarnya sebagai
pelengkap kebutuhan hidup.Pandangan ini membentuk relasi kebutuhan manusia
dengan alam.Alam dan manusia saling membutukan dan saling mempengaruhi
(Simbiosis mutualisme). Alam
di pandang sebagai alam yang hidup dan penyedia sumber makan maka harus dijaga
di rawat dan dilestarikan. Bukan melainkan manusia harus menguasai alam raya
seperti halnya gagasan Newton (1642-1727) yang memandang dunia sebagai sebuah
mesin yang bergerak secara mekanistik maka alam bisa di pahami secara rasional
yang selanjutnya sains modrn memandang alam harus di dikuasi dan di eksploitasi
untuk menunjang kebutuhan manusia.
Kedua Suku Mee memandang manusia menjadi
tokoh sentral di alam raya maka hubungan kekeluargaan sangat terjaga dengan
baik dan asal mula suku Mee dapat digali kembali sampai pada beberapa periode
tertentu. Pada
umumnya dalam kehidupan suku Mee jarang mengenal pepata “air susu dibalas air
tuba” tetapi air susu dibalas air susu dan air tuba di balas air tuba.Jadi
ketika kita baik dan benar itu pulah yang akan diperbuat oleh mereka (suku
mee). Ketiga dalam bertindak atau
penyelesaian masalah suku mee akan menggunakan pendekatan filosofi dasar hidup
tersebut.Persolan sebesar apapun akan dengan muda diselesaikan secara aman dan
tenang.
Keempat
pandangan alam sebagai alam yang hidup membuat suku mee dapat menghargai alam
sebagai ciptaan dan pancaran ilahi.Alam harus di lestarikan.Pandangan ini pulah
yang membuat suku Mee menerima Agama Kristen tanpa basa basi.Suku Mee menerima
ajaran Kristen (katolik dan protestan) karena ajaran moral dan ketuhanan yang
diajarkan agama Kristen menyerupai apa yang di percaya suku mee
sebelumnya.Selain itu bisa di lihat penjelasan diatas suku Mee selalu
menggunakan akal dan iman dalam setiap pertimbangan dan tindakan
Kedua
dampak negatif, Dampak ini juga dapat di bagi
kedalam beberapa point misalnya sebagai berikut:
Pertama dasar filosofi orang Mee tidak
berkembang seperti halnya di Yunani, karena ada beberapa hal yang mempengaruhi
jalan pikiran suku Mee. Seperti halnya pada point pertama kata “dou” (lihat)
tidak di kembangkan secara radikal seperti halnya paham empirisme yang di
lakukan para tokoh empirisme salah satunya seperti David Hume.Dalam arian Dou
(lihat) tidak di kembangkan menjadi mengamati secara empiris dan teliti.
Selain
itu point dua di atas “gai” (berpikir) tidak di gunakan secara radikal seperti
halnya Thales yang pertama
kali mempertanyakan, apa bahan dasar terbentuknya bumi? Dalam artian orang Mee hanya pada
tahap berpikir belum melangka ke tahap bernalar. Dan kedua kata” keitai ekowai”
dalam penerapannya tidak di kembangkan sampai kepada metode ilmiah yang
diterapkan Auguste compte (1798-1857) dalam meperoleh pengetahuan.
Hal
utama yang mempengaruhi keempat pandangan di atas untuk melangka ke tahap
selanjutnya adalah suku Mee memandang alam raya sebagai alam yang hidup.Dalam
artian berpegang teguh pada hal-hal yang mistik atau mitos- mitos
tertentu.Semua itu membatasi ruang berpikir suku Mee.Meskipun berpikir sampai
kesana tidak ada satu orang suku Mee pun yang berani keluar dari mitos-motos
atau hal-hal mistik yang menjadi kepercayaan lokal.
Kedua pengaruh moderenisasi dan
globalisasi mengubah pandangan suku Mee menjadi individual dalam artian
pandangan suku Mee yang memandang manusia sebagai tokoh sentral di alam raya
menjadi sempit.Dalam hal ini yang dulunya di pandang secara universal atau atas
nama Suku Mee.Sekarang dalam berpolitik,
dalam
penyelesaian masalah, atau hal apapun yang di hadapi Suku Mee pertimbangannya
bukan lagi Suku Mee tetapi Marga,keluarga,dan daerah asal yang menjadi acuan
utama.
Ketiga anak muda suku Mee dewasa ini
akan lebih bangga bila menguasai dan mengikuti peradaban serta budaya modern
dari pada budaya dan dasar filosofi kehidupannya. Akhirnya
hal-hal positif dalam budayanya hilan
bersama zaman. Kesalahan
terbesar pada point ini adalah generasi muda suku Mee tidak menyadari bahwa
setiap budaya memiliki dampak negatif dan dampak positif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar