Bertanya Tentan Dia
Yang Telah Lama Pegi “MAGA”
Ketika aku bertanya kepadamu tentang cinta, kau melihat
langit membentang lapang. Menyerahkan diri untuk dinikmati, tapi menolak untuk
dimiliki.
Ketika kau bertanya kepadaku tentang cinta, aku melihat
nasib manusia. Terkutuk hidup di bumi bersama jangkauan lengan mereka yang
pendek dan kemauan mereka yang panjang.
Ketika aku bertanya kepadamu tentang cinta, kau bayangkan
aku seekor burung kecil yang murung. Bersusah payah terbang mencari tempat
sembunyi dari mata peluru para pemburu.
Ketika kau bertanya kepadaku tentang cinta, aku bayangkan
kau satu-satunya pohon yang tersisa. Kau kesepian dan mematahkan cabang-cabang
sendiri.
Ketika ada yang bertanya tentang cinta, apakah sungguh yang
dibutuhkan adalah kemewahan kata-kata atau cukup ketidaksempurnaan kita?
Di Halaman Belakang
Puisi Ini
Puisi adalah pesta. Seperti ulang tahun atau pernikahan,
tetapi benci perayaan. Ada beranda di halaman belakang buat setiap tamu yang
datang. Aku biarkan orang-orang berbincang dan bersulang dengan diri sendiri.
Aku mungkin tidak berada di sana — aku sedang duduk menemani
diriku di taman kota atau perpustakaan atau terjebak pesta berbeda dalam puisi
yang belum dituliskan.
Aku mengundang kau juga. Datanglah. Masuklah. Tak ada kamera
tersembunyi yang mengawasimu seperti di tiap sudut kota. Di puisiku hanya akan
kau temukan tubuhmu jatuh ke lengan seseorang. Dia menciummu hingga kau lupa
kau pernah merasa ditinggalkan.
Kau boleh membayangkan dia adalah aku atau siapa pun yang
kau inginkan.
Akhirnya Kau Hilang
Akhirnya kau pergi dan aku akan menemukanmu di mana-mana. Di
udara dingin yang menyusup di bawah pintu atau di baris-baris puisi lama yang
diterjemahkan dari bahasa-bahasa jauh. Di sepasang mata gelandangan yang
menyerupai jendela rumah berbulan-bulan tidak dibersihkan atau di balon
warna-warni yang melepaskan diri dari tangan seorang bocah.
Akhirnya kau pergi dan aku akan menemukanmu di jalan-jalan
yang lengang atau bangku-bangku taman yang kosong. Aku menemukanmu di salju
yang menutupi kota seperti perpustakaan raksasa yang meleleh. Aku menemukanmu
di gerai-gerai kopi, udara, dan aroma makanan yang kurang atau terlalu matang.
Aku menemukanmu berbaring di kamarku yang kosong saat aku
pulang dengan kamera dan kepala berisi orang-orang murung yang tidak kukenal.
Kau sedang menyimak lagu yang selalu kau putar. Buku cerita yang belum kelar
kau baca telungkup bagai bayi tidur di dadamu. Tidak sopan, katamu, mengerjakan
hal lain sambil menyimak kesedihan dinyanyikan
Akhirnya kau hilang. Kau meninggalkan aku — dan kenangan
kini satu-satunya masa depan yang tersisa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar