Rabu, 30 Agustus 2017

Bertanya Tentan Dia Yang Telah Lama Pegi “MAGA”



Bertanya Tentan Dia Yang Telah Lama Pegi “MAGA”



Ketika aku bertanya kepadamu tentang cinta, kau melihat langit membentang lapang. Menyerahkan diri untuk dinikmati, tapi menolak untuk dimiliki.
Ketika kau bertanya kepadaku tentang cinta, aku melihat nasib manusia. Terkutuk hidup di bumi bersama jangkauan lengan mereka yang pendek dan kemauan mereka yang panjang.
Ketika aku bertanya kepadamu tentang cinta, kau bayangkan aku seekor burung kecil yang murung. Bersusah payah terbang mencari tempat sembunyi dari mata peluru para pemburu.
Ketika kau bertanya kepadaku tentang cinta, aku bayangkan kau satu-satunya pohon yang tersisa. Kau kesepian dan mematahkan cabang-cabang sendiri.
Ketika ada yang bertanya tentang cinta, apakah sungguh yang dibutuhkan adalah kemewahan kata-kata atau cukup ketidaksempurnaan kita?
Di Halaman Belakang Puisi Ini
Puisi adalah pesta. Seperti ulang tahun atau pernikahan, tetapi benci perayaan. Ada beranda di halaman belakang buat setiap tamu yang datang. Aku biarkan orang-orang berbincang dan bersulang dengan diri sendiri.
Aku mungkin tidak berada di sana — aku sedang duduk menemani diriku di taman kota atau perpustakaan atau terjebak pesta berbeda dalam puisi yang belum dituliskan.
Aku mengundang kau juga. Datanglah. Masuklah. Tak ada kamera tersembunyi yang mengawasimu seperti di tiap sudut kota. Di puisiku hanya akan kau temukan tubuhmu jatuh ke lengan seseorang. Dia menciummu hingga kau lupa kau pernah merasa ditinggalkan.
Kau boleh membayangkan dia adalah aku atau siapa pun yang kau inginkan.
Akhirnya Kau Hilang
Akhirnya kau pergi dan aku akan menemukanmu di mana-mana. Di udara dingin yang menyusup di bawah pintu atau di baris-baris puisi lama yang diterjemahkan dari bahasa-bahasa jauh. Di sepasang mata gelandangan yang menyerupai jendela rumah berbulan-bulan tidak dibersihkan atau di balon warna-warni yang melepaskan diri dari tangan seorang bocah.
Akhirnya kau pergi dan aku akan menemukanmu di jalan-jalan yang lengang atau bangku-bangku taman yang kosong. Aku menemukanmu di salju yang menutupi kota seperti perpustakaan raksasa yang meleleh. Aku menemukanmu di gerai-gerai kopi, udara, dan aroma makanan yang kurang atau terlalu matang.
Aku menemukanmu berbaring di kamarku yang kosong saat aku pulang dengan kamera dan kepala berisi orang-orang murung yang tidak kukenal. Kau sedang menyimak lagu yang selalu kau putar. Buku cerita yang belum kelar kau baca telungkup bagai bayi tidur di dadamu. Tidak sopan, katamu, mengerjakan hal lain sambil menyimak kesedihan dinyanyikan
Akhirnya kau hilang. Kau meninggalkan aku — dan kenangan kini satu-satunya masa depan yang tersisa.

MENGENAL DAN MEMAHAMI MAKNA FILOSOFI DASAR HIDUP SUKU MEE




Pada dasarnya setiap bangsa di dunia memiliki filosofi kehidupan yang menuntun mereka untuk menghidupi kehidupan ini.Dari dasar filosofi ini pulah kehidupan mereka di kembangkan untuk tetap bertahan,memperoleh pengetahuan, ataupun juga untuk mendidik genarasi selanjutnya.  Begitu juga suku Mee yang memiliki lima dasar filosofi hidup.Ke lima poin tersebut adalah“Dou, Gai, “keitai,ekowai” keitihake “doutou”.Dalam kehidupan suku Mee sejak dahulu diajarkan kelima dasar tersebut secara turun- temurun untuk menjadi dasar pijakan bagi generasi selanjutnya.Rasanya dewasa ini generasi mudah suku Mee yang di sentuh dengan peradaban modern mulai melupakan kelima dasar tersebut secara menyeluruh dan beralih kepada peradaban Modern yang pengaruhnya mengglobal.
Pada pembahasan ini kita akan membahas tentang,siapa suku Mee itu? Apa saja kelima poin filosofi hidup tersebut? dan bagaimana kita menerima peradaban modern tanpa melupakan filosofi dasar suku Mee yang menjadi warisan turun-temurun dari para pendahulu kita.Pembahasan ini hanya akan di batasi pada kelima point tersebut dan tidak akan dibahas secara detil tentang hubungan Suku Mee dengan ketuhanan,hubungan suku Mee dengan kehidupan social,budaya, bahasa, dan sebagainya.
Siapa Suku Mee ?
Secara geografis suku Mee merupakan sekumpulan manusia yang mendiami pulau Papua tepatnya di bagian wilayah pengunungan tengah atau yang biasa disebut juga dengan wilayah “Mepago”. Secara politis berdasarkan administratif sejak 1 Mei 1963 suku Mee termasuk kedalam Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan berintegrasi penuh pada tahun 1969 melalui Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). Saat ini suku Mee berada di wilayah Timur Indonesia dan di kenal sebagai bangsa Melanesia dan ras negroid.
Kata Mee secara harafiah dapat diartikan sebagai “Manusia” Jadi jika kata “Mee” di gabungkan dengan “suku” akan berari “suku manusia”.Dan itulah sebabnya suku Mee memandang diri mereka sebagai “manusia” yang bedah dengan binatang, tumbuhan, dan benda apapun yang ada di sekitarnya.
Dalam hungannya dengan bangsa dan suku lain. Suku Mee pun memandang mereka sebagai manusia.Suku Mee sering menyebut dan menyapa bangsa atau suku lain dengan kalimat “ Okeina Mee kodoo” (mereka juga manusia). Dari dasar inilah suku Mee memandang nilai-nilai kemanusiaan sangat penting dan menjadi utama dalam kehidupan ini.
Selain penjelasan di atas. Hal ini bisa dilihat dari arti kata “Mee” yang secara harafiah bermakna manusia. Selain itu jika seseorang melakukan kesalahan atau merusak barang tertentu mereka (suku mee) tidak jarang berpandangan bahwa “barang dan sebagainya yang ada di dunia ini bila hilang atau rusak bisa diganti selama manusia itu masih hidup tetapi hanya manusia tidak bisa di ganti” (Mee koukoto aka paka tetii make no natotii) sehingga hubungan kekelurgaan dalam internal suku Mee menjadi yang sangat utama.
 
Bertolok dari kata “Mee” sebagai manusia yang menjadi tokoh sentral di alam raya inilah yang melahirkan kelima dasar filosofi tersebut.Karena Suku Mee berpandangan bahwa manusia menjadi tokoh sentral di alam raya ini maka suku Mee/manusia harus memiliki dasar pijakan yang bisa di wariskan ke generasi selanjutnya.Sederhananya dengan dasar ini pulah kelima poin ini dirumuskan.
Apa itu dou, gai, keitai, ekowai, keitihake doutou?
Sebelum menjabarkan hubungan ke lima point ini dengan kehidupan sehari-hari suku Mee. Mari kita melihat arti dan makna yang terkandung di dalam kelima point ini.
Kata Dou dalam arti sempit “lihat” Dalam arti luas berarti “melihat dengan saksama” jadi dalam arti luas kata ini menjadi kata kerja.Apapun yang akan kita lakukan terlebih dulu kita harus mengamatinya baik dangan mata lahiria maupun dengan matinia.
Kata gai dalam arti sempit “pikir” dalam arti luas “berpikir ” jadi setelah melihat kita harus berpikir apa yang akan kita lakukan.Berpikir baik menggunakan akal atau pun dengan hati (Iman/kepercayan). Jadi setelah mengamati di sini kita di tuntut untuk perpikir baik menggunakan akal mau pun dengan hati.
Kata Keitai dan Ekowai merupakan kata kerja.Keitai berarti melakukan dan ekowai berarti mengerjakan maka secara konseptual kedua kata ini mengacu kepada satu arti sama, yaitu tuntutan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.Keitai berarti menuntut kita untuk melakukan hal-hal yang mengacu kepada spritualitas artinya hungannya dengan hal-hal yang abstrak.Sedangkan ekowai mengacu kepada melakukan hal-hal yang kongkret.

Kata Keti
yake dapat diartikan sebegai “setelah itu” kata ini merupakan penghubung dari sebuah perbuatan atau kejadian yang sudah atau telah dilakukan untuk menjelaskan hasil atau efek yang di timbulkan dari peristiwa atau perbuatan yang telah di lakukan atau terjdi sebelumnya.
Kata Doutou ini gabungan dari dua kata dasar “dou” dan “tou”.Seperti yang di jelaskan diatas Dou artinya melihat dan tou artinya tinggal dan jika kedua kata ini mengalami proses morfologis atau penggabungan maka kata doutou bermakna “tinggal menunggu.Dengan demikian jika kita kaitkan dengan penjelasan di atas maka doutou artinya “tingal menunggu hasil” dari proses dou, gai, keitai, dan ekowai.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak generasi mudah suku Mee yang bisanya hanya menyebutkan tiga point, Dou,Gai, dan ekowai namun sebenarnya secara keseluhan filosofi dasar hidup suku Mee memiliki lima point seperti yang di jelaskan di atas. Hal ini juga bisa di lihat dari ucapan atau ungkapan orang tua suku Mee yang sering tidak memisakan antara kata dou,gai dan ketai ekowai.Dalam pembicaraan kata dou dan gai akan berpasangan menjadi dou gai.Selanjutnya kata keitai dan ekowai akan berpasangan menjadi keitai ekowai .Jadi disini terlihat jelas bahwa dalam penyampaiannya tidak terdapat kata punghubung antara masing-masing pasangan dari keempat kata ini.Orang tua pada umumnya melafalkan keempat kata tersebut dalam satu kalimat yang koheren.Selanjutnya dalam penyampaian kata doutou di hubungkan oleh kata penghubung “ketihake” barulah kata douto di tambahkan.Penambahan kata penghubung ini merupakan penjelasan atau penyempurnaan dari keempat kata sebelumnya,dengan demikian kelima poin ini jika diterjemahkan secara langsung akan bermakna “Lihat, pikir , lakuan, setelah itu tingal tunggu hasilnya”
Apa dampak dari filosofi hidup tersebut?
Dampak yang ditimbulkan dari filosofi hidup tersebut dapat di bagi menjadi beberapa bagian dibawa ini:
Dampak fositif
Pertama Suku Mee memandang nilai-nilai kemanusiaan sebagai yang utama dan memandang alam disekitarnya sebagai pelengkap kebutuhan hidup.Pandangan ini membentuk relasi kebutuhan manusia dengan alam.Alam dan manusia saling membutukan dan saling mempengaruhi (Simbiosis mutualisme). Alam di pandang sebagai alam yang hidup dan penyedia sumber makan maka harus dijaga di rawat dan dilestarikan. Bukan melainkan manusia harus menguasai alam raya seperti halnya gagasan Newton (1642-1727) yang memandang dunia sebagai sebuah mesin yang bergerak secara mekanistik maka alam bisa di pahami secara rasional yang selanjutnya sains modrn memandang alam harus di dikuasi dan di eksploitasi untuk menunjang kebutuhan manusia.
Kedua Suku Mee memandang manusia menjadi tokoh sentral di alam raya maka hubungan kekeluargaan sangat terjaga dengan baik dan asal mula suku Mee dapat digali kembali sampai pada beberapa periode tertentu. Pada umumnya dalam kehidupan suku Mee jarang mengenal pepata “air susu dibalas air tuba” tetapi air susu dibalas air susu dan air tuba di balas air tuba.Jadi ketika kita baik dan benar itu pulah yang akan diperbuat oleh mereka (suku mee). Ketiga dalam bertindak atau penyelesaian masalah suku mee akan menggunakan pendekatan filosofi dasar hidup tersebut.Persolan sebesar apapun akan dengan muda diselesaikan secara aman dan tenang.
Keempat pandangan alam sebagai alam yang hidup membuat suku mee dapat menghargai alam sebagai ciptaan dan pancaran ilahi.Alam harus di lestarikan.Pandangan ini pulah yang membuat suku Mee menerima Agama Kristen tanpa basa basi.Suku Mee menerima ajaran Kristen (katolik dan protestan) karena ajaran moral dan ketuhanan yang diajarkan agama Kristen menyerupai apa yang di percaya suku mee sebelumnya.Selain itu bisa di lihat penjelasan diatas suku Mee selalu menggunakan akal dan iman dalam setiap pertimbangan dan tindakan
Kedua dampak negatif, Dampak ini juga dapat di bagi kedalam beberapa point misalnya sebagai berikut:
Pertama dasar filosofi orang Mee tidak berkembang seperti halnya di Yunani, karena ada beberapa hal yang mempengaruhi jalan pikiran suku Mee. Seperti halnya pada point pertama kata “dou” (lihat) tidak di kembangkan secara radikal seperti halnya paham empirisme yang di lakukan para tokoh empirisme salah satunya seperti David Hume.Dalam arian Dou (lihat) tidak di kembangkan menjadi mengamati secara empiris dan teliti.
Selain itu point dua di atas “gai” (berpikir) tidak di gunakan secara radikal seperti halnya Thales yang pertama kali mempertanyakan, apa bahan dasar terbentuknya bumi? Dalam artian orang Mee hanya pada tahap berpikir belum melangka ke tahap bernalar. Dan kedua kata” keitai ekowai” dalam penerapannya tidak di kembangkan sampai kepada metode ilmiah yang diterapkan Auguste compte (1798-1857) dalam meperoleh pengetahuan.
Hal utama yang mempengaruhi keempat pandangan di atas untuk melangka ke tahap selanjutnya adalah suku Mee memandang alam raya sebagai alam yang hidup.Dalam artian berpegang teguh pada hal-hal yang mistik atau mitos- mitos tertentu.Semua itu membatasi ruang berpikir suku Mee.Meskipun berpikir sampai kesana tidak ada satu orang suku Mee pun yang berani keluar dari mitos-motos atau hal-hal mistik yang menjadi kepercayaan lokal.
Kedua pengaruh moderenisasi dan globalisasi mengubah pandangan suku Mee menjadi individual dalam artian pandangan suku Mee yang memandang manusia sebagai tokoh sentral di alam raya menjadi sempit.Dalam hal ini yang dulunya di pandang secara universal atau atas nama Suku Mee.Sekarang dalam berpolitik, dalam penyelesaian masalah, atau hal apapun yang di hadapi Suku Mee pertimbangannya bukan lagi Suku Mee tetapi Marga,keluarga,dan daerah asal yang menjadi acuan utama.
Ketiga anak muda suku Mee dewasa ini akan lebih bangga bila menguasai dan mengikuti peradaban serta budaya modern dari pada budaya dan dasar filosofi kehidupannya. Akhirnya hal-hal positif dalam budayanya hilan bersama zaman. Kesalahan terbesar pada point ini adalah generasi muda suku Mee tidak menyadari bahwa setiap budaya memiliki dampak negatif dan dampak positif.

PESTA DANSA SUKU MEE



PESTA DANSA SUKU MEE














 Dansa adalah salah satu budaya dalam masyarakat adat mee yang sampai sekarang masih dilestarikan, namun nilainya mulai terkikis, seperti babii yang disembelih di dapat dari hasil peliharaan orang lain, makanan pabrik juga dijual disana, sehingga perlu ada catatan penting sebagai bentuk pelestarian nilai. Pengantar Yuwo adalah Pasar situasional  yang sudah mentradisi secara turun temurun dalam kehidupan. Tetapi makna yang terselubung dalam pesta Yuwo antara lain adalah, sponsor yuwo (tonowi) punya maksud untuk menunjukan kebolehan untuk mempertahankan status tonowi, juga mempererat hubungan keluarga, mempererat  relasi dagangan, juga memberikan pengetahuan bagaimana menjadi tonowi, membangun relasi kepada  kerabat maupun relasinya.
Arti dansa dalam adat Yuwo dalam adat merupakan,  perayaan tingkat tinggi dalam kebudayaan orang mee, karena yang didalamnya  berlangsung ada beberapa hal penting,. Perayaan Yuwo adalah perayaan keberlangsungan hidup manusia mee sebab didalamnnya mengandung sejumlah aspek baik pendidikan, kepercayaan, politik juga aspek lain. 
Dengan kasat mata kami melihat yuwo hanya dari aspek ekonomi tetapi itu hanya gambaran depan saja tetapi dibalik Yuwo terdapat juga aspek pendidikan yaitu bagaimana anak dapat belajar mengatur dalam sebuah perayaan  dalam lingkup  keluarga maupun dalam perayaan yang lebih besar, belajar bagaimana beternak, berkebun sebab hasil kerja itulah yang akan ditransaksikan. Disana mereka mendapatkan manfaat pendidikan, karena yuwo sebagai sarana menimba pengetahuan. kemudian menyangkut religi atau kepercayaan  yang  di dalamnya   terlibat doa , sebab  selain membunuh babi di tempat yuwo, sebelumnya dirumah-rumah   warga  mereka bunuh babi satu atau 2 ekor sebagai doa-doa dimana mereka meyakini bahwa tanpa doa perayaan yuwo tidak memiliki nilai, karena roh untuk yuwo dapat membuat yuwo menjadi bermakna serta dirasa puas dapat diperoleh melalui doa sebelum Yuwo. Roh yang dimaksud mereka dapat merayakan seluruh kehidupan ,baik kelangsungan hidup manusia sendiri ,kelangsungan seluruh hidup tanaman dan keberlangsungan hidup ternak  babi. Mereka berdoa kepada roh yang kategorinya pelindung baik tanaman, manusia ,juga ternak babi .Bagi orang Mee dengan yuwo mampu mengangkat  derajat seorang  tonowi, selain itu dalam yuwo, babi juga di yakini mampu mendamaikan pertikaian hidup baik dalam dunia nyata maupun dunia tak kelihatan dengan manusia. Dengan  pengorbanan  babi  jelas ada hal-hal tertentu yang menggaggu manusia bisa diatasi, karena dalam budaya Suku Mee  babi  merupakan binatang paling suci yang bisa menghalangi   gangguan dari alam tak kelihatan. Dansa  perspektif ekonomi Perayaan yuwo itu memiliki nilai ekonomi, orang pertimbangkan nilai untung rugi ,babi berapa yang saya bunuh, uang berapa yang saya kumpulkan . perhitungan ekonomi tersebut didukung oleh persiapan mulai dari hal-hal kecil di rumah sampai akhir penyelenggaraan yuwo . kalau dari awal sudah keluarkan uang banyak , bukan mencari keuntungan  tapi itu pemborosan , sihingga dengan sendiri pula akan tergeser makna dari yuwo yang sebenarnya.
Kalau pengeluaran lebih banyak daripada pemasukan maka itu bukan pesta yuwo yang sebenarnya .Yuwo bukan  pesta musiman  namun tergantung   keberadaan  dan kesiapan  pada suatu kelompok masyarakat ,kampung tertentu merasa babi sudah cukup,jaringan banyak , ada tuntutan secara tak langsung bahwa harus ada yuwo maka para tokoh adat akan ambil kepeutusan merencanakan untuk gelar  pesta yuwo. Dari perencanaan sampai puncaknya para tokoh selalu musyawarah. Kalau dulu Pesta yuwo bukan hendak mengeluarkan uang tetapi mendatangkan uang, hanya saja belakangan ini  karena wabah kematian babi selalu melanda hamper setiap tahun kini mereka lebih banyak  babi beli  daripada  piara babi .Dulu mereka  jauh lebih banyak memelihara babi dari membeli babi, disini tidak pernah mengeluarkan uang  mulai persiapan di dapur  sampai  memelihara  babi mereka siapkan . Mereka yang membantu kepada para pemimpin Yuwo  masyarakat disekitarnya . Pemimpin yuwo  adalah dia sendiri muncul karena kepemimpinan ,kedermawanannya, kepiawaannya  selain itu banyak isteri, banyak babi, kebun ,juga mampu mengatasi  masalah yang dihadapinya. Disinilah akan muncul pemimpin yuwo adalah Yuwoumee predit  ketika  menggelar   pesta namun seusai pesta yuwo maka ia akan disebut Tonowi .
Orang mee bukan  sebatas mencari keuntungan bisnis semata , tetapi ada   beberapa aspek yang dipertimbangkan. Motif pertama  yuwo itu mengangkut ekonomi tetapi   dibalik itu yang biasa  mereka renungkan ,pikirkan  mengangkut  Yuwo sebagai sarana  menimba pengetahuan bagiamana orang berbisnis, bertani, beternak, menjalin relasi baik, menyelesaikan sejumlah persoalan nilai  bukan sebatas ajang ekonomi . Kemudian memiliki nilai religi , lalu kemudian nilai ekonomi.Keuntungan apa yang saya dapat dari pesta ini tanpa mengeluarkan biaya yang besar. Keuntungan  yang didapat disana didukung berbagai oleh persiapan mulai dari rumah hari puncak.
Pergeseran antara danasa pada masa lalu dengan masa kini Sementara ini  perayaan yuwo  sedang  terbalik , sebab selama ini  piaraan babi diserang wabah antarax meningkat kemudian sebagian para sponsor beli babi dari pada piara. Padahal 20 tahun  lalu itu masyarakat tidak keluarkan biaya yang besar  dalam pesta . Yang  ada hanya keuntungan  . Pada waktu lalu biaya yang dikeluarkan para sponsor adalah sebatas mereka ternak babi, membawa petatas, membangun stan dengan bentuk pembayaran babi atau  mege ( uang).
dulu babi yang dipotong itu hasil piaraan sendiri juga hasil titipan   pada orang lain ( isterinya,saudara-saudari ipar-iparnya, relasinya ) lalu dibawa ke yuwo, namun kini   orang sekedar menunjukan gengsi kadang babi yang dibawa itu dibeli bukan hasil piaraan atau titipan pada kerabatnya /relasinya Akhir-akhir ini Yuwo yang  digelar pun kadang dikotori dengan penjualan  barang-barang dari luar masyarakat adat. Barang-barang yang bukan  hasil kerja tetapi beli dipasar lalu datang jual di pasar tradisioanal , seperti minuman , biscuit, pinang dan lainnya . Inikan sangat mengotori makna  dari yuwo, sebab yuwo ajang persaingan, penunjukan   hasil perjuangan seseorang .Nilai itu sudah tergeser  dengan penjualan dengan barang-barang diproduksi dari pabrik, dibagian lain babi yang dipasarkan juga  kebanyakan hasil pembelian lalu dipotong dalam  pesta yang hanya menunjukan  bahwa saya juga pernah potong babi di yuwo ini . Mungkin juga tidak punya babi tetapi   Karena merasa dirinya punya uang banyak maka dirinya ingin menunjukkan kebolehannya dengan memotong babi pada pesta yuwo . Disini  ada pergeseran disana .
“ karena itu ke depan , ketika seorang hendak mengadakan yuwo  sponsor Yuwo mesti ada aturan yang betul orang mau  kembali kepada yuwo yang aslinya . seperti Babi yang dipasarkan  pada yuwo itu hasil piaraan ataupun hasil titipan pada orang lain  bukan hasil belian dari orang lain . Di sini masyarakat akan termotivasi untuk piara babi bukan pembelian babi dari orang lain .  Sponsor juga melarang  orang menjual  dagangan dari hasil produk luar yang notebenenya tidak dikenal . Babi tidak boleh dibeli tetapi hasil titipan kepada kerabatnya.
Yuwo merupakan sebuah ajang dimana  orang menunjukan kebolehannya untuk memelihara babi yang banyak  . Untuk mengadakan Yuwo pertama para sponsor yuwo melihat kesiapan dirinya berapa banyak babi yang dia piara atau dititipkan pada keluarga, relasinya.  Yuwo pun puncak daripada Tonowi mau memberikan rasa syukur kepada kerabat, relasinya . Saat Yuwo  seorang tonowi  hendak pula menunjukan kepemimpinan, kedermawanan, ketokohan,hartawan. namun yang lebih dari itu dia juga hendak menghaturkan rasa syukur kepada yang memberikan  semua . Ini bagian dari keparcayaan. Banyak nilai dibalik yuwo yaitu nilai social, ekonomi, religi, sarana  menjalin tali  relasi antara sesama, alam, juga kepada Tuhan.  Rasa syukur disalurkan lewat pemotongan  babi sebagai korban , juga beberapa ekor akan dibagikan kepada janda duda, janda, juga yang membantu dalam penyelenggaraannnya. Pesta Yuwo ,suatu  pusat kebudayaan orang mee . semua unsure budaya  orang Mee  terkandung   dalam pesta yuwo, sebab selain ada nilai kesenian,  system pengetahuan dan teknologi tradisional  , system mata  pencaharian , religi, bahasa, dan unsure lainnya .  Pesta Yuwo adalah pasar tradisional  ,dimana  hasil kerja dan perjuangan selama hidup dipasarkan baik itu babi, hasil beternak, bertani, berburu juga hasil perdagangan . ‘Yuwo ini  pusat syukuran orang Mee kepada Tuhan ,Alam, leluhurnya dan sesamanya dimana yuwo memiliki aspek agama, social, ekonomi, pendidikan”
Pergeseran lain yang terjadi dalam  Yuwo dewasa ini  adalah penjualan barang-barang yang bukan  hasil produksi masyarakat local, kemudian   menunjukan dirinya tonowi  dengan menyembelih sejumlah babi dari hasil korupsi , pengeluaran lebih besar dari pemasukan dari  yuwo . “ dengan adanya perubahan social budaya telah terjadi pergeseran maka mesti dilestarikan  dan dikemas dalam program pemberdayaan masyakat yang mendorong membangkitkan lewat
Saran strategis dansa langkah yang patut dipikirkan oleh Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Paniai, Dogiyai dan Deiyai adalah Pelestarian Yuwo untuk sarana Pemberdayaan Ekonomi Tradional bagi masyarakat Suku Mee.
Artinya Pesta yuwo tidak perlu dihilangkan atau digeserkan dengan perubahan yang terjadi dewasa ini, namun  sejumlah hal patut dilakukan  pemerintah daerah dengan melakukan Festival Budaya Yuwo,Terobosan Pertama, dimulai dengan memberikan bibit babi kepada masyarakat, Kedua Pada tahun ketiga setelah memberikan bibit babi, Dinas Kebudayaan membangun Emaida disusul Kewita, disusul dengan Kepala Distrik-Kepala Distrik sesuai dengan jumlah kampung agar masyarakat kampungnya dapat membawa hasil babi yang diberikan oleh pemerintah untuk dipotong pada saat pesta babi, lalu Bupati mengumumkan kapal pelaksanaan Yuwo, dan Bupati sebagai Yuwoumee. Hal ini sangat penting sebab  yuwo adalah pusat budaya mee. Salah  satu trik membangun orang gunung dari semua aspek, salahsatunya adalah lewat budaya Yuwo, karena dapat dijadikan sebagai sarana membangun masyarakat Mee sebab disana ada Pemberdayaan Ekonomi, Pemberdayaan Manusia.
Kalau pemerintah menunjukan keberpihakan kepada masyarakat, perlindungan adat,  maka budidaya babi dikembangkan dengan dana otsus  sebab nilai babi suci bagi masyarakat gunung sehingga event-event  yuwo dapat di gelar di Distrik-distrik dan Kampung-kampung.