Kamis, 31 Mei 2018

BUKAN EKONOMI TAPI HIDUP BEBAS



Kemiskinan diatas Kekayaan adalah kata yang menunjuk pada fakta yang terjadi di Papua. Sejak bergulirnya Otsus pada tahun 2001 hingga sekarang taraf hidup orang asli  papua (OAP) pada umumnya tidak meningkat, atau biasa saja, seperti duluh. Dengan fakta di lapang ini bisa di kata “Kemiskinan diatas Uang” Karena Milliaran bahkan Trillyunan Rupiah yang diberikan Pemerintah Pusat tak jelas arahnya. Atau selalu dimanfaat oleh parah Pemangkuh kepentingan di Provinsi ini.
Banyak kasus-kasus Korupsi yang di lakukan oknum-oknum pejabat pemerintahan baik di  Kabupaten/Kota maupun Provinsi, tidak teridentifikasi dengan baik. Ada beberapa kasus Korupsi yang ditemukan aparat Kepolisian dibawah Pimpinan Kapolda, namun penyelidikannya tidak di lakukan secara berkelanjutan.
 Adapun beberapa kasus, tim khusus KPK yang dikirim ke Papua untuk menyelidiki kasus Korupsi ternyata mereka disogok oleh oknum-oknum Kepala Daerah di Papua. Adapun Oknum Kepala Daerah mengancam akan kuatkan Organisasi Papua Merdeka (OPM), apabila kasus Korupsi yang dilakukannya diproses hukum. Dengan ancaman seperti itu Pusat alergi sehingga penyelidikan tidak dilakukan secara mendalam. Dengan demikian, sampai kapanpun papua akan tetap seperti saat ini  (tidak berubah) apabila pemimpinnya seperti begitu. Kasus-kasus korupsi sampai saat ini belum teridentifikasi dengan jelas. Karena tidak ada badan khusus yang mengawas, sehingga masyarakat jadi tumbal atas  ketidakadilan Pemerintahnya sendiri.
 Padahal Papua mempunyai sumber daya alam (SDA) yang berlimpah. Namun angka Kemiskinan, Kelatarbelakangan, Ketergantungan dan lain sebagainya,  yang paling tertinggi diantara Privinsi-Provinsi lainnya di Indonesia.
Program baru dari Pemerintah Pusat yaitu Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) juga hingga saat ini kurang jelas pelaksanaannya.
Pemerintah Pusat harus lebih bijak dalam  mengambil tindakakan. Karena selama ini Papua selalu dianakemaskan. Padahal daerah lain di Indonesia juga membutuhkan ulur tangan dari Pemerintah Pusat, ini adalah salah satu pelanggaran HAM yang dilakukan Pemerintah Pusat.
 Harapan kami hanya sebagai rakyat kecil biasa hanya menunggu. Semoga dibawah Gubernur dan Wakil Gubernur baru dengan Program baru pula yakni Otsus Plus bisa membawah Papua ke arah yang lebih baik.

Oleh         : Melianus Yukei

Sabtu, 05 Mei 2018

Kita Harus Mengakhiri, Alir Tangis Rakyat Papua.

Kita Harus Mengakhiri, Alir Tangis Rakyat Papua.

Kita Harus Mengakhiri,
Alir Tangis Rakyat Papua.

Siapa yang bisa memenjarakan bahasa dan kata-kata? Tak satu orang pun berhak memenjarakannya. Biar itu orang yang punya senjata. Biar itu orang yang punya kuasa. Biar itu orang yang punya banyak harta. Tak ada yang bisa memenjarakan bahasa dan kata-kata. Apalagi teriakan “Merdeka!” yang diawali terlebih dahulu seruan “Papua”.

Di Papua, bukan hanya terjadi agresi militer. Tapi di bumi Papua, hal lain yang terjadi adalah agresi budaya. Agresi budaya ini mestilah menjadi satu bahan untuk kita rumuskan bersama. Di antara organ tubuh kita, mulai dari mata, telinga, hingga pancaindra lainnya, mesti menjadi peka terhadap kehancuran bersama: penindasan atas nama kuasa dan senjata.

Yang umum kita kenal selama ini soal Papua hanyalah tarian adat dan paduan suaranya. Tapi kita selalu menjadikan mata kita sendiri buta terhadap realitas sesungguhnya. Bahwa di balik tarian adat dan paduan suara yang kerap dibanggakan banyak kalangan di Indonesia, terjadi pembantaian diam-diam terhadap orang Papua-nya.

Tak heran, pekikan perang dengan suara khas burung, selalu menggema di mana-mana pasca rakyat Papua berteriak “merdeka”. Rakyat Papua percaya, dengan begitu ia sedang menabung masa depan Papua menuju satu gerbang yang mereka cita-citakan: merdeka. Selain euforia dalam teriakan khas yang meniru suara-suara burung, jauh di dalam dadanya, mereka sedang menyucikan dirinya dari roh-roh jahat yang bernama, sebut saja di antaranya: Indonesia dan Amerika Serikat.

Dalam suasana gegap gempita sekaligus penuh duka, budaya bisa menjadi siasat lain dalam menundukkan penguasa. Ya, sebagai media propaganda. Mau tidak mau, sepakat ataupun tidak, berbicara Papua, yang berhak menentukan secara mandiri masa depan bangsanya, masa depan kehidupannya, masa depan tatanan sosialnya, adalah harus orang Papua. Tak ada doa yang sempurna, selain digenapkan dalam aksi massa. Kita harus mengakhiri segala kebejatan di seisi semesta—menjadi satu barisan dengan rakyat Papua. Sebab cinta terhadap rakyat Papua hanya akan menjadi basa-basi semata, apabila tak dibarengi tindakan yang nyata. Berteriak atas nama cinta pada sesama manusia. Berteriak untuk menyulam kembali gagasan merdeka, di jalan raya.

#teorikebebasan_org