Sabtu, 16 Februari 2019

Kesadaran Nasionalisme Bintang Kejora

Kesadaran Nasionalisme Bintang Kejora

  Kesadaran Nasionalisme Bintang Kejora
Sebagai manusia papua yang berbudaya dan berpendidikan, tentunya kita sadar betul akan tantangan kehidupan kita yang dipenjarahkan oleh sikap penindasan dari “sistem kolonialisme, kapitalisme, dan imperialism dunia”, yang telah membunuh dan memusnakan kita oran papua dan identitas kita orang papua di atas tanah leluhur kita sendiri.

Pertama-tama, saya pikir iman kita sebagai umat yang ber-Tuha akan sangat terganggu ketika melihat setiap penindasan dan kejahatan kemanusiaan, yang sangat-sangat menciderahi citra Tuhan itu sendiri di atas muka bumi papua sebagai makhluk ciptaan-Nya.

Hal yang kedua, ketika kita meninjau bersama pada pola kehidupan yang berkehidupan dalam rekonstruksi sosil-politik Indonesia yang terbangun dalam slogan bhinekatunggal ika. Sadar atau tidak, kita orang papua telah kehilangan jati diri kehidupannya secara nilai-nilai tataan budaya(bahasa, pengetahuan, peralatan hidup, mata pencarian hidup, organisasi social, religi, kesenian, dsb), ras, wilayah , dan nasionalisme kepapuaan akan sejarah kita mengenai bangsa Melanesia yang bernegara “West Papua” pada tanggal 01 Desember 1961 (Silakan bedah sejarah west papua, dan operasi-operasi militer nkri tahun 1962 hingga saat ini)
Mensikapi hal diatas, ketika kita belajar dan memahami tantangan-tantangan ini secara seksama dan factual, tentunya kita sebagai orang papua akan sangat menjunjung tinggi apa yang namanya “Nasionalisme Bintang Kejora (Papua Merdeka)”.

Sebab tentunya kita akan sadar dan sadar bahwa adanya kejahatan politik praktis mengenai sejarah terhadap proses aneksasi Negara West Papua kedalam bingkai teriroriel wilayah NKRI; adanya kejahatan Kemanusiaan bagi Orang Asli West Papua (Genocide dan Pelanggaran HAM berat); adanya pembangunan ekonomi dan pemerintahan yang timpang (OTSUS); dan adanya pembungkaman ruang demokrasi yang tidak adil dan terbuka bagi Orang Asli Papua seccara bebas di muka umum.

Kembali lagi sebagai manusia papua yang berbudaya dan berpendidikan, baik itu di SMA, Perguruan Tinggi, Organ-organ Pro Pembebasan West Papua yang terus berjuang secara sadar dan tindakan nyata, marilah kita terus dan terus melawan kejahatan sistem penindasan ini secara tegas dan berani, dan satu kata LAWAN.

Dan sebagai mahasiswa papua (aktifis), marilah kita mempertahankan tanggungjawab kita selaku mimbar akademisi masyarakat yang sadar akan perjuangan muliah ini. Dan disini, saya mencoba memberi beberapa poin bagi kita untuk memahami kesadaran kita orang papua akan identitas jati dirinya sebagai orang papua, seperti berikut ini:
1). Sebagai mahasiswa papua, kita harus belajar sejarah politik west papua agar dapat mengenal siapa jati diri kita sebagai suatu bangsa ras melanesia di atas tanah west papua yang sedang di jajah ini.
2). Sebagai mahasiswa papua, kita merupakan bagian dari masyarakat yang bertanggungjawab langsung atas realitas persoalan/konflik sejarah status politik west papua dan nasionalisme bintang kejora di atas tanah papua.
3). Sebagai mahasiswa papua, kita harus belajar, berdiskusi, dan melakukan pengapdian masyarakat yang tinggi untuk melawan pemusnaan jati diri kita sebagai sebuah bangsa dan negara yang di jajah. Hal ini guna, kita mengembalikan jati diri kita sebagai suatu negara yang berbangsa ras melanesia di atas bumi west papua.
4). Kiita harus melestarikan dan membudidayakan unsur-unsur kebudayaan orang papua yang berkelanjutan sebagai kehidupan orang papua selayaknya di tengah-tengah tantangan arus dunia global masa kini.
5). Kita harus mempersolid tali persaudaraan tanpa ada perbedaan untuk menjadi pemimpin-pemimpin masa depan papua yang baik dan dapat membangun kesadaran orang papua sesuai kebudayaan orang papua di setiap suku perwilaya adat masing-masing.

6). Sebagai mahasiswa papua (kota study masing-masing), kita harus menjaga serta merawat kebersamaan dan kekompakan di honai kota study kita tanpa melihat keperbedaan suku/kabupaten masing-masing, guna mempersolid tali persaudaraan yang dapat menghidupkan kebudayaan orang papua sebagai jati diri kita selayaknya.
__________________________________
Semangat dan LAWAN! #FWP

Oleh: Suara Wiyaimana Papua

Victor F. Yeimo: Masih tentang dehumanisasi, manusia anggap manusia lain tidak setara. Pada kasus Lukas Enembe dan Pemuda Korban Penyiksaan dengan Ular, selain diskriminasi rasial oleh kolonial

Masih tentang dehumanisasi, manusia anggap manusia lain tidak setara. Pada kasus Lukas Enembe dan Pemuda Korban Penyiksaan dengan Ular, selain diskriminasi rasial oleh kolonial, berlaku juga diskiminasi sosial. Dilakukan orang Papua yang bersolidaritas berdasarkan kategori sosial.

Kalau Lukas Enembe itu seorang pemuda biasa yang dililiti ular/disiska  oleh Polisi; atau kalau LE itu salah satu warga Nduga yang disiksa, lari mengungsi, atau mati terkapar peluru kolonial (seperti Pdt.Gemin Nirigi di Mapnduma), akankah ada solidaritas ribuan rakyat duduki kantor Gubernur Papua? Disinilah berlaku dehumanisasi -diskriminasi sosial.

Ini penyakit warisan kapitalis-kolonial yang hinggapi ruang kesadaran manusia Papua. Kapitalisme adalah aktor yang mengkategorikan manusia berdasarkan kelas sosial. Hegemoni kapitalis itu pintar "memanusiakan" kelas penguasa/penindas, dan "membinatangkan" kelas tertindas. Mahluk ini bisa buat kita membela kejahatan seperti slogan "NKRI harga mati", dan membunuh kebenaran seperti slogan "separatisme musuh negara".

Memang Karl Marx bilang ekonomi pangkal kesadaran, yang oleh Antonio Gramski mengurainya dalam teori hegemoni kelas. Kebenaran milik penguasa, sebagai ukuran menilai harga diri dan martabat manusia. Adalah objektif dan wajar diperjuangkan oleh manusia Papua yang ada dalam "kandang babi" kekuasaan kolonial Indonesia.

Tapi tidak merubah status sebagai "babi peliharaan" dalam kolonial yang sedang mencari keadilan sambil tunggu waktu sembeli oleh pemilik kolonial. Artinya, makna pencarian keadilan itu benar, agar nafsu makan dan minum dalam kandang itu tetap terjaga dan jangan diganggu. Tapi fakta perburuan "babi liar" di rimba Ndugama adalah kejahatan kemanusiaan yang harus dibela. Itulah perjuangan memanusikan manusia Papua yang dipandang setengah binatang.

Kolonialisme dan kapitalisme itu perusak kesetaraan manusia. Yang memperkaya segelintir manusia dan memiskinkan banyak manusia lain. Yang menindas manusia lain demi uang, jabatan dan kehormatan segelintir manusia. Penghormatan pada nilai kemanusiaan itu relatif, tergantung kepentingan dan nafsunya. Seperti Amerika Serikat yang sedang menjatuhkan kepemimpinan sosialisme Maduro di Venezuela atas nama HAM dan Demokrasi.

Seperti skenario propaganda kolonial Indonesia yang mengalihkan opini dan pantauan rakyat Papua dan dunia internasional terhadap kejahatan operasi militer besar-besaran yang sedang berlangsung di Nduga. Budaya pura-pura, budaya pencuri, penipu, budaya adu-domba atas nama suku dan golongan itu budaya kolonial.

Biarlah Papua tetap utuh dan setara! agar one people one soul tetap bersemayam dalam sanubari. Menjadi cita dan cinta yang harus diperjuangkan tanpa dikotomi identitas, dan kategori sosial. Tetapi kalau Akut Sorong diinterogasi dengan ular tidak perlu dibela! titik!

colek Neppy Way dan Julian Haganah

Potongan Tuan. Victor F. Yeimo [ Jubir Internasional ] KNPB